Oleh: Galih Rio Pratama
Saya telah membaca buku ini jauh sebelum quotes di buku ini bergentayangan di timeline sosial media IG dan Line. Di hari itu, tepatnya di tahun 2014. Hanya memerlukan waktu selama 2 detik saja dan membuat saya terpana hanya dengan melihat covernya saja.
Dia adalah Dilanku Tahun 1990
Buku ini menarik perhatian karena covernya berwarna biru muda dengan tokoh ABG SMA dan sepeda motornya yang dijadikan covernya. Usut punya usut, cover tersebut diilustrasikan sendiri oleh sang penulis, Ayah Pidi Baiq.
Judul : Dia Adalah Dilanku Tahun 1990
Penulis : Pidi Baiq
Penerbit : Pastel Books
Genre : Romance
Tahun terbit : 2014
Jumlah halaman : 348 halaman
ISBN : 978-602-7870-41-3
Harga : Rp. 59.000
Penulis : Pidi Baiq
Penerbit : Pastel Books
Genre : Romance
Tahun terbit : 2014
Jumlah halaman : 348 halaman
ISBN : 978-602-7870-41-3
Harga : Rp. 59.000
"Bismillahirrahmanirrahim. Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagiPenyayang. Dengan ini, dengan penuh perasaan, mengundang Milea Adnan untuk sekolah pada : Hari Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat, dan Sabtu.” -Dilan, hlm. 27.
Pertama ketika saya beli, muncul keraguan bahwa novel ini akan terkesan klise dan mudah ditebak. Untungnya perkiraan saya, ketika membaca lembar pertama, rasanya tak ingin berhenti hingga lembar terakhir. Hal ini dikarenakan kocaknya tokoh Dilan ditambah kita semua pasti pernah mengalaminya karena berlatarkan lingkungan sekolah.
Dalam novel, Milea menyebut bahwa ia menirukan gaya bahasa Dilan dalam penukisannya. Ya, gaya bahasa Indonesia yang nyaris baku, susunan kalimatnya kadang tak lazim, diputar-putar dan terdapat kesan filosofis dalam kesederhanaan diksinya.
Ingin merasakan pacaran nuansa 90an? Buku ini adalah mesin waktu yang mengajak kita untuk melihat kembali bagai mana pacaran tanpa ponsel dan hanya mengandalkan telepon rumah serta betapa sakralnya surat cinta. Selamat membaca.
>>>CERPEN PARODI DILAN...DULOH<<<
>>>CERPEN PARODI DILAN...DULOH<<<
Gilak!ternyata ada novel karya pengarang domestik yg gak kacangan.sukses bikin saya yg susah nangis (asli gak boong) sampe tersedu" bombay di buku ke 2.
ReplyDeleteDibutuhkan 2 Hal sebagai penentu bagus/tidaknya sebuah novel ; karakter tokoh yg kuat Dan delivery yg hebat. Novel ini punya semua nya.dengan gaya bahasa yg natural,terkesan mengalir begitu saja tanpa di buat buat apalagi berusaha tampak intelek, semua nya nyampe langsung jleb ke hati.sedih,mencabik.tapi mengajarkan betapapun kuatnya perasaan 2 jiwa yg saling meleengkapi,sesempurna apapun mimpi yg yg terlihat begitu pasti, kita sering lupa pada Satu Hal sederhana,tipis Dan transparan namun Sangat kokoh tak tertembus tajam nya tekad,yaitu "takdir".kita lupa bahwa selalu Akan ada Allah yg bertindak sebagai wasit dalam pertandingan kehidupan, yg dengan cara Nya sendiri melatih manusia supaya lebih pasrah terhadap Nya karena tidak Ada celah untuk melawan kehendak Nya